TINJAUAN
PUSTAKA
Landscape
Landscape
adalah wajah kota / karakter lahan / tapak bagian dari muka bumi dengan segala
sifatnya dan kehidupan yang ada didalamnya baik yang bersifat alami maupun
buatan (Simonds,1983). Ranchman (1994) mengatakan bahwa landscape adalah wajah
dan karaker lahan / tapak dari bagian muka bumi dengan segala sesuatu yang ada
didalamnya baik yang bersifat alami dan buatan manusia yang merupakan total
dari bagian hidup manusia beserta makhluk hidup lainnya.
Bentukan
penampakan dan kekuatan landscape alam yang dominan, sangat sedikit yang dapat
diubah yaitu bentukan topografi seperti pegunungan, lembah, danau, sungai,
pantai, penampakan presipitasi, embun, kabut dsb (Simonds, 1983), selanjutnya
Simonds menyatakan elemen landscape yang dapat diubah diantaranya bukit, semak
belukar, parit dan dimana seorang perencana dapat memodifnya.
Definisi dan Bentuk-Bentuk
Pelestarian/Konservasi
Konservasi secara umum diartikan
pelestarian namun demikian dalam khasanah para pakar konservasi ternyata memiliki
serangkaian pengertian yang berbeda-beda implikasinya. Istilah konservasi yang biasa digunakan para arsitek mengacu
pada Piagam dari International Council of Monuments and Site (ICOMOS)
tahun 1981 yang dikenal dengan Burra
Charter.
Burra Charter menyebutkan "konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu
tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya
terpelihara dengan baik."
Pengertian ini sebenarnya perlu diperluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan morfologi (bentuk fisik) dan
fungsinya. Bila dikaitkan dengan kawasan maka konservasi kawasan atau sub bagian
kota mencakup suatu upaya pencegahan adanya aktivitas perubahan sosial
atau pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan
secara fisik saja.
Suatu program konservasi sebisa mungkin tidak hanya
dipertahankan keaslian dan perawatannya,
namun tidak mendatangkan nilai ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Konsep pelestarian
yang dinamik tidak hanya mendapatkan tujuan pemeliharaan bangunan
tercapai namun dapat menghasilkan pendapatan
dan keuntungan lain bagi pemakainya. Dalam hal ini peran arsitek sangat penting dalam menentukan fungsi yang sesuai karena
tidak semua fungsi dapat dimasukkan.
Salah satu bentuk kegiatan konservasi yang dapat
dilakukan di Setu Babakan adalah :
· Preservasi (dalam konteks yang luas) ialah kegiatan
pemeliharaan bentukan fisik suatu tempat dalam kondisi eksisting dan
memperlambat bentukan fisik tersebut dari
proses kerusakan,
· Konservasi ( dalam konteks yang
luas) ialah semua proses pengelolaan suatu tempat hingga terjaga signifikasi budayanya. Hal ini
termasuk pemeliharaan dan mungkin (karena kondisinya) termasuk tindakan preservasi, restorasi, rekonstruksi, konsolidasi serta
revitalisasi. Biasanya kegiatan ini merupakan kombinasi
dari beberapa tindakan tersebut. Seperti yang sudah di rencanakan oleh
pemerintah DKI Jakarta saat ini untuk mengkonservasi kawasan setu babakan
menjadi Pusat Budaya Betawi / Perkampungan Budaya Betawi.
Situ
/ Danau dan Potensinya sebagai Areal Rekreasi
Situ, danau atau lembah topografi merupakan bentukan alam
/ buatan manusia yang dapat berfungsi sebagai daerah penampungan / resapan air,
baik air dari mata air alami (aliran bwah tanah) ataupun dari curah hujan
(Johan, 1996). Situ dapat terbentuk secara buatan yaitu berasal dari dibendungnya
suatu cekungan atau terbentuk
secara alami karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya
sejumlah air (Ratnawati, 1999). Fungsi / manfaat situ menurut Ratnawati, yaitu
sebagai pemasok air ke dalam akifer, sebagai daerah resapan air (recharging
zone), peredam banjir, mencegah intrusi air laut, membantu memperbaiki mutu air
permukaan (lewat proses kimia-fisik-biologi yang berlangsung didalamnya),
irigasi, rekreasi, tendon air (reserfoir), mengatur iklim mikro, perikanan,
mendukung keanekaragaman hayati perairan dsb.
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan danau sebagai objek wisata
menurut Siti Nurisjah (1997), kelestarian, keberadaan dan keindahan badan air
perlu dipertahankan fungsinya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa fungsi dari badan
air adalah sebagai pengendali iklim mikro, kesejahteraan dan kenyamanan
manusia, sumber energi, alat transportasi, elemen rekreasi, melembutkan dan
meningkatkan nilai estetika landscape. Usaha untuk memanfaatkan dan
melestarikan badan air sebagai objek wisata harus lebih dahulu diketahui
bentuk, karakter, potensi, kendala, dan bahaya yang dapat ditimbulkan dari
badan air. Sifat fisik, kimia, biologis dari air merupakan pemanfaatanya.
Hasil studi mengenai kegiatan rekreasi di ruang terbuka menunjukan
bahwa elemen air merupakan daya tarik yang paling besar bagi pengunjung
(Turner, 1986). Salah satu alternatif tempat rekereasi dengan elemen air
danau/setu dan sekitarnya. Sebagai sebuah sumber daya, badan air memiliki
potensi penggunaan rekreasi baik diwilayah perairanya sendiri maupun sepanjang
tepiannya, dan badan air memiliki nilai scenic beauty/ keindahan, dimana
pemandangan dan air membangkitkan perasaan menyenangkan (Simonds, 1983).
Menurut Joergensen (1980), menyatakan bahwa masalah pemanfaatan
dan pengelolaan danau berkaitan dengan ;
1.
Persediaan air
Persediaan air berkaitan
dengan kualitas air. Beberapa danau airnya secara tidak langsung digunakan
sebagai sumber air minum, sehingga danau dapat dipandang sebagai tempat
penyimpanan air tawar.
2.
Pemakaian danau untuk
rekreasi dan reservoir
Rekreasi dan kualitas air
saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Limbah rekreasi akan menimbulkan
polusi yang menyebabkan dampak negatif bagi danau.
3.
Pemancingan air tawar
komersil
Memancing yang berlebihan
merupakan masalah pada beberapa danau karena dapat mengurangi populasi ikan
dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu diperlukan pengelolaan yang tepat untuk
mengatasinya.
Definisi Wisata Budaya
Istilah pariwisata budaya memiliki beberapa definisi
(Sofield dan Birtles, 1996) dan hal tersebut
yang masih membingungkan (Hughes, 1996) dan istilah simtomatik Tribes
(1997) serta pariwisata indisiplin. Dalam sebuah buku yang dikarang oleh Valene
Smith (1978: 4) berjudul Hosts dan Guests membedakan antara
pariwisata etnik dan pariwisata budaya: pariwisata etnik dipasarkan untuk
umum/wisatawan berdasarkan budaya yang
mengalir/turun temurun dari penduduk pribumi yang bersifat eksotis. Wood
(1984: 361) lebih lanjut mendefinisikan pariwisata etnik dengan
memfokuskan pada orang-orang yang meninggalkan identitas budaya yang keunikannya dipasarkan kepada wisatawan. Khususnya yang dikemas untuk wisatawan seperti
tari-tarian pertunjukan, rumah atau pemukiman asli penduduk lokal,
upacara, dan hasil-hasil kerajinan berupa ornament dengan segala pernak-perniknya (Smith, 1978:4).
Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud
dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan motivasi wisatawan serta atraksi yang
terdapat di daerah tujuan wisata maka kegiatan pariwisata dibedakan dalam dua kelompok
besar yaitu pariwisata yang bersifat massal dan pariwisata minat khusus. Jika pada pariwisata jenis pertama lebih
ditekankan aspek kesenangan (leisure) maka pada tipe kedua penekanannya lebih kearah
pengalaman dan pengetahuan.
Pada pasal 1 UU RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
mendefinisikan Benda Cagar Budaya sebagai :
·
Benda
buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya,
yang berumur sekurang- kurangnya 50
tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan;
·
Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan.Jadi yang dimaksud dengan pusaka bisa berupa hasil kebudayaan manusia maupun alam beserta isinya.
Pelestarian
Kawasan
Pelestarian secara umum dapat didefinisikan bahwa
pelestarian dalam hal ini konservarsi merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk
merawat, melindungi, dan mengembangkan objek pelestarian yang memiliki nilai
atau makna kultural agar dapat dipelihara secara bijaksana sesuai dengan identitasnya
guna untuk dilestarikan. Menurut
Eko budihardjo (1994), upaya preservasi mengandung arti mempertahankan
peninggalan arsitektur dan lingkungan tradisional/kuno persis seperti keadaan
asli semula. Karena sifat preservasi yang stastis, upaya pelestarian memerlukan
pula pendekatan konservasi yang dinamis, tidak hanya mencakup bangunannya saja
tetapi juga lingkungannya (conservation areas dan bahkan kota bersejarah
(histories towns). Dengan pendekatan konservasi, berbagai kegiatan dapat
dilakukan, menilai dari inventarisasi bangunan bersejarah kolonial maupun
tradisional, upaya pemugaran (restorasi), rehabilitasi, rekonstruksi, sampai
dengan revitalisasi yaitu memberikan nafas kehidupan baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar